Posts

Sugeng Tanggap Warsa!

  Teruntuk bapak yang menginjak 53 kemarin.  Papa saya dan si bungsu, belahan jiwa mama. Huh, tidak konsisten.  Papa atau bapak sebenarnya? Ah, tak penting. Sama saja bukan artinya? Si pekerja keras nan ambisius.  Si keras kepala dan tak mau kalah,  sama seperti saya. Oh salah.  Saya yang sama dengannya.  Jadi ingat lagunya Nadin kan, hehe. Ketua lingkungan kebanggaan saya. Koordinator bidang liturgi panutan saya.  Prodiakon andalan saya.  Teman guyon saya  yang menyebalkan bukan main. Yang hobinya memanggil nama, tapi setelah dijawab justru memanggil lagi. Nek ra bapakku yo ora, hehe.  Teman berbagi saya  paling keren soal Gereja.  Teman ngobrol saya  paling jos soal tulis-menulis.  Sugeng tanggap warsa kaping 53. Mugi tetep sehat lan semangat.  Mugi tetep ambisius.  Mugi tetep seneng dedonga. Mugi tetep seneng geguyon.  Mugi tetep seneng maca lan nonton berita. Pun dados Pak Yosep  sing wangun biyanget kok.  Matur nuwun sanget! Dari anak gadis sing isih sok ngeyel.  Penuh cinta.  Fel

Belajar Berdua di Rumah

Hanya berdua saja di rumah dalam waktu yang cukup lama nggak menjadi masalah buatku dan adikku. Karena kami sudah terbiasa begini, bahkan saat kami masih duduk di bangku sekolah. Walaupun kalau waktu itu nggak sampai berbulan-bulan, seperti yang kami alami saat ini. Tapi nyatanya kami memang bisa melaluinya saat itu, jadi sekarang pun tak perlu diragukan lagi. Usia yang berbeda, sudah sama-sama berkepala dua. Ternyata berbeda dengan saat kami masih di bangku sekolah. Tapi it’s okay, nggak jadi masalah kalau harus bermasalah dengan berdua saja di rumah selama berbulan-bulan. Yeah! Jadi, pandemi membuat ayahku menetap di ibukota. Sedang ibuku memilih menyusul kesana untuk menemani. Mengingat yang kubilang di atas tadi, sulung dan bungsunya sudah besar. Tak akan masalah kalau ditinggal berbulan-bulan lamanya. Dan juga mengingat tak ingin kerepotan kalau justru ayahku yang memilih pulang. Ya, kerepotan izin, omongan tetangga, dan tetek bengeknya. Entah sejak kapan, sebenarnya, aku me

Si Ratu Telat #3

Lanjutan dari: Si Ratu Telat #2 Dua hari setelahnya, Indi terbangun dan mensyukuri apa yang telah terjadi kemarin. Semalam Indi sudah mulai bisa menyelesaikan satu per satu tugas yang ditundanya beberapa pekan lalu. Walaupun belum semua, tapi setidaknya sudah ada yang berhasil dikerjakan. Pagi ini Indi juga terbangun pukul 5:30, tak seperti biasanya. Ia bergegas bersiap-siap dan berangkat ke kampus pukul 6:20. Sesampainya di kampus, Indi duduk di depan kelas sembari menanti teman-teman yang lain. “Ternyata enak juga ya berangkat gasik , tenang gitu rasanya, nggak grusa-grusu”, batinnya, disusul bibirnya yang mengulum senyum. Kemudian ketika waktu menunjukkan pukul 07:00 dan teman-teman mulai berdatangan, ber bagai komentar mulai bermunculan. “Wah si ratu telat hari ini sudah nggak telat lagi ya, mantap deh!”, puji Kak Priska. “Weh In di, tumben dah sampe kelas jam segini”, kata Karin sembari tertawa. “Update story jangan lupa. Pencapaian luar biasa seorang Indi pukul 7 kura

Cemburu? Yang Mana?

Pernah suatu kali mantan kekasihku mengirimkan pesan begini saat aku sedang pergi dengan teman laki-laki di sekolahku. “Aku cemburu kamu pergi sama dia. Cemburu karena kebersamaan kalian.” Aku dan teman sekolahku tak memiliki hubungan apa-apa, hanya sekedar berangkat bersama saja saat menonton tim futsal sekolah kami bermain. Ini bahkan baru kedua kalinya aku pergi bersama temanku, walaupun memang aku jarang sekali pergi bersama mantan kekasihku akhir-akhir itu. Aku tak paham kala itu, yang kupahami hanya sekedar ia cemburu karena ia kekasihku, ia cemburu karena aku pergi dengan lelaki lain. Sebatas itu saja. Namun belakangan, aku baru memahami maksudnya. Aku memahami maksudnya ketika sudah berada di posisinya. Pada suatu malam, ada seorang teman yang memintaku untuk membantu mengerjakan tugasnya. “Ia salah satu teman baikku, tak mungkin tak kubantu”, pikirku. Akhirnya aku memutuskan untuk membantunya. Semalaman kuselesaikan tugasnya lalu kukirimkan padanya esok paginya. “Mak

Si Ratu Telat #2

Lanjutan dari: Si Ratu Telat #1 Lalu tiba pada satu hari, dimana Indi masih dengan siklus kemalasannya, mendapat teguran dari dosen. “Kok nggak sekalian jam 17:15 aja mbak masuknya?”, ujar beliau ketika Indi baru saja memasuki kelas pukul 16:25. Indi hanya membalasnya dengan senyum. Pak Stefan melanjutkan penjelasan materi hari Senin itu, dan Indi merasa cukup lega karena tegurannya dicukupkan. Namun ternyata ia salah. Lima menit setelahnya, ia melanjutkan teguran pada Indi. Segala kalimat yang tak enak didengar dilontarkannya. “Kamu itu ya, udah lebih dari 4 kali terlambat di kelas saya. Maumu apa sebenarnya? Kamu nggak menghargai kelas saya kalau begitu”, ujar beliau dengan nada mulai meninggi. Indi hanya menunduk dan terdiam. “Kamu tahu nggak kalau mata kuliah ini susah? Udah susah, kamu datangnya terlambat terus, ya ketinggalan terus.” “Nggak bisa saya kalau kayak gini. Keberadaan saya sebagai dosen seperti tidak dihargai disini. Kelas jam 16:00 kok masuknya j

Si Ratu Telat #1

“Indi mana ya, Sal?”, tanya Karin pada Salsa yang tengah membenahi hijabnya. “Halah...kayak nggak tahu dia aja kamu tuh, paling telat” “Coba deh chat di grup Sal, udah jam 7:10 nih masalahnya” “Hmm..oke deh aku chat. Tapi aku berani taruhan, sebentar lagi dia sampe” Kemudian 2 menit setelah Salsa mengetik pesan di grup “Geprek Lovers”, Indi tiba dengan napas terengah-engah namun tetap dengan senyum mrenges khasnya. “Nah! Aku juga sudah menduga”, kata Puspa sembari melayangkan kelima jarinya yang terbuka pada Salsa sebagai tos tanda kemenangan. Mereka berdua kemudian melirik ke arah Karin. “Iya iya, tebakan kalian bener. Kan aku cuma khawatir aja, masalahnya jatah absennya si Indi tuh tinggal 1”, ujar Karin akhirnya. Usai melakukan finger print, Indi langsung menempati bangku yang sengaja disediakan di samping Nevi. Seketika itu juga ia menengok ke kanan dan mulutnya tercengir dengan lebar kepada keempat temannya. Mereka hanya membalasnya dengan tersenyum sembari men

Peduli Pada Orang Lain x Peduli Pada Diri Sendiri

Hari ini terlintas di pikiranku tentang rentetan kejadian di Senin lalu. Ternyata sudah satu minggu. Hari itu aku senang sekali karena boleh berbagi bahagia pada orang-orang di sekitarku. Hari itu aku senang sekali karena boleh berguna bagi orang-orang di sekelilingku. Tapi di saat yang bersamaan tanpa sadar ternyata aku tak mampu membahagiakan diriku sendiri, setidaknya hari itu. Semua kisah hari itu berawal dari perjalanan soreku menuju kampus tercinta. Pukul 15.45 kurang lebih aku berangkat, dalam kondisi mengantuk. Dalam kondisi itu, aku melantunkan beberapa lagu untuk menguatkan mataku yang harus menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit. Tapi ternyata tidak mampu. Ketika tiba di jalanan hampir dekat kampus, tiba-tiba saja aku merasakan ban depanku disenggol oleh ban motor lain. Aku sontak kaget dan berteriak. Seluruh motor di depanku langsung menoleh ke arahku. Aku seolah baru terbangun kembali. Untung saja bisa kendalikanku, jadi tak jatuh. Usai kejadian itu, aku mengurangi k